Home | Puisi | Oase | Hehe | aku | Gallery | Links | Friends | BukuTamu |
Mereka Minta Darah Kita
by Hasannudin
Nabi Muhammad SAW pernah diriwayatkan berkata: "Serahkan
sedekahmu sebelum datang suatu masa ketika engkau berkeliling menawarkan sedekahmu.
Orang-orang miskin akan menolaknya sambil berkata: "Hari ini kami tidak perlu
bantuanmu. Yang kami perlukan adalah darahmu".
Krisis ekonomi yang belum juga memberikan tanda-tanda
segera berakhir pada akhirnya menyisakan beban kenestapaan dan penderitaan yang
tak terkira pada banyak orang. Catatan Biro Pusat Statistik (BPS) sejak bulan
Juli 1998 menunjukkan nilai mata uang rupiah telah anjlok hingga lebih dari
80%, bahkan pernah sampai 170%. Pendapatan Nasional Bruto (PNB) perkapita menjadi
436 dolar AS (bandingkan dengan PNB perkapita kita yang mencapai lebih dari
1000 USD sebelum krisis). Jumlah orang miskin meningkat menjadi 48% dari 220
juta penduduk Indonesia. Pertumbuhan ekonomi nasional minus 13,06% (1998), minus
0,4 %(awal 2000)
Apa makna dari semua angka-angka ini?
Pertama, secara menyolok krisis ekonomi telah menimbulkan
gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran. Diperkirakan
sebanyak dua juta buruh di DKI yang bekerja di berbagai sektor telah terkena
PHK. Belum lagi pengangguran akibat kekeringan yang panjang di berbagai desa,
kegagalan panen, dan merosotnya harga gabah. Penutupan sejumlah bank, pembubaran
beberapa departemen pemerintah seperti deppen juga telah menghasilkan PHK karyawan
yang jumlahnya ribuan orang.
Kedua, dengan pertumbuhan ekonomi 0% (apalagi sampai
minus), maka angka pengangguran akan meningkat terus karena akan selalu muncul
pengangguran baru. Ini disebabkan karena ketidakmampuan lapangan kerja menampung
tenaga kerja. Dengan pertumbuhan ekonomi 0% pengusaha tidak mampu menambah bidang
usaha baru, justru yang terjadi adalah mengurangi tenaga kerja yang sudah ada.
Ketiga, terjadinya kenaikan harga terutama harga sembilan
bahan pokok (sembako) rakyat seperti minyak goreng, gula, dan lainnya. Lonjakan
harga akan terus terjadi. Hingga saat ini harga sembilan bahan pokok rakyat
sudah mengalami kenaikan harga berkali-kali. Belum lagi nanti kalau kenaikan
harga BBM penundaannya dicabut pemerintah, dapat dipastikan harga sembako itu
juga akan ikut naik.
Keempat, menurunnya daya beli masyarakat akibat upah
yang tidak bertambah sementara harga-harga membumbung tinggi. Lonjakan harga
tersebut tidak diikuti dengan peningkatan daya beli masyarakat, sehingga telah
menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan masyarakat.
Kelima, apabila diambil contoh satu orang buruh menghidupi
empat jiwa, maka dua juta buruh menganggur sama dengan delapan jiwa yang megap-megap
untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya. Berarti krisis ekonomi telah mempertebal
lapisan kemiskinan masyarakat kita, sekaligus memperlebar kesenjangan lapisan
miskin dan kaya.
Kemiskinan memang masalah berat yang bisa membawa biaya
mahal bila tak segera ditangani. Berbagai telaah memperlihatkan dampak kemiskinan
yang berbahaya bagi kelangsungan kehidupan masyarakat. Ahli kriminal (kriminolog)
misalnya mengatakan kemiskinan sebagai salah satu penyebab tingginya tingkat
kriminalitas. Sosiolog melihat kemiskinan bisa menjadi penyebab suburnya tingkah
laku menyimpang dalam masyarakat. Pengamat politik melihat kemiskinan berpotensi
menyebabkan keresahan sosial yang pada akhirnya mengguncang kestabilan pemerintahan
negara. Pendeknya kemiskinan adalah lahan subur bagi segala permasalahan masyarakat.
Tidak salah kalau dalam suatu kesempatan sahabat Ali bin Abi Thalib karromallahu
Wajhah mengatakah, "Hampir-hampir kefakiran mendekati kekufuran".
Kemiskinan adalah suatu kondisi ketika orang tidak punya
banyak pilihan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kemiskinan dapat menimbulkan
keresahan bahkan mungkin tragedi bila secara mencolok (kontras) berhadapan dengan
kemewahan. Ribuan orang miskin kota akan resah bahkan mungkin diam-diam merasa
dendam jika di depan meraka melihat para pejabat berbicara keprihatinan sementara
gaya hidupnya juga anak istrinya sama sekali tidak mencerminkan sosok pribadi
yang prihatin tapi justru kehidupannya bergelimang kemewahan. Ribuan pemulung
yang semakin agresif mengais-ngais sisa-sisa makanan akan dendam jika secara
kontras dihadapkan dengan banyak orang disekeliling mereka yang justru menimbun
barang. Ini adalah sebuah kesenjangan yang selalu menimbulkan keresahan sosial,
dan frustasi, dan depresi mental luar biasa yang pada gilirannya dapat menimbulkan
kerawanan sosial.
Itulah sebabnya mengapa penting di sini makna sebuah
solidaritas sosial, kepekaan sosial dan keberpihakan dari golongan yang beruntung
kepada golongan yang tidak beruntung ini. Bentuknya bisa bermacam-macam. Kita
mulai dari yang sederhana: lewat pengorganisasian zakat mal, memberi sodaqoh
dan infak, dan lainnya. Ataupun melalui pola cara hidup hemat, tidak boros,
dan tidak bermewah-mewahan. "...dan lepaskan belenggu-belenggu yang menjerat
leher mereka", begitu kata Allah Azza wa Jalla dalam Al-Qur'an..
Sebab seperti dikatakan Kang jalal dalam Islam Aktual:
apapun yang kita berikan pada orang -orang miskin tidak akan pernah memperlemah
kita, tapi justru akan memperkuat kita. Bantuan yang kita berikan kepada mereka
bukanlah anugrah, tetapi harga yang harus kita bayarkan untuk sebuah kerja sama
yang menguntungkan. Dalam skala sosial makro uluran tangan pihak yang beruntung
kepada pihak yang tidak beruntung akan memperkuat integrasi sosial. Karena para
orang miskin itu akan memandang kita sebagai pelindung --bukan ancaman. Sehingga
tercipta rasa kebersamaan, rasa senasib sepenanggungan untuk bersama-sama melepaskan
diri dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. "...dan engkau tidak akan pernah
mendapat suatu kebajikan yang nyata sebelum engkau menginfakkan sesuatu yang
kamu cintai" (Al_Qur'an).
Sebaliknya sikap acuh tak acuh, tidak peduli, atas penderitaan
orang miskin, hidup bermewah-mewahan, pamer kekayaan akan menjadi bumerang.
Orang-orang miskin itu akan melihat kita sebagai ancaman. Sikap-sikap kita seperti
itu akan berakibat fatal. Kekecewaan dan kemarahan mereka bisa berakibat panjang.
Akumulasi keresahan, kekecawaan dan frustasi akan menerjang apa saja: rangkaian
gejolak sosial, penjarahan gudang-gudang pangan, penjarahan tambak ikan, pencurian
kayu, penjarahan toko-toko, dan lainnya.
Dan kita melihat wajah mereka: wajah yang penuh dengan
dendam, kekecewaan, dan ketidak percayaan. Dan penjarahan itu bukan semata menjarah
barang demi menebus rasa lapar. Lihatlah mereka juga menjarah tubuh dan darah
kita. Berapa banyak rumah orang kaya yang pongah, dan sombong, digeledah, penghuninya
digebuki bahkan sampai dibunuh, sedang timbunan barang dan rumahnya dibakar.
Berapa banyak mobil-mobil mewah dihadang di jalan-jalan, isinya dikuras, pengemudi
dicincang, lalu mobilnya dibakar.
Itulah sebabnya sebelum tragedi sosial ini semakin meluas,
ada baiknya kita mencamkan dan mengamalkan anjuran Rasul SAW di atas: "Serahkan
sedekahmu sebelum datang suatu masa ketika engkau berkeliling menawarkan sedekahmu.
Orang-orang miskin akan menolaknya sambil berkata: "Hari ini kami tidak perlu
bantuanmu. Yang kami perlukan adalah darahmu".